PSSI dinilai melanggar aturannya dan FIFA dalam penyelenggaraan pertandingan Liga 1 antara Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim), pada 1 Oktober 2022. Ini terungkap dalam laporan hasil penyelidikan Komnas HAM tentang tragedi Kanjuruhan.
Salah satu pelanggaran adalah tak menetapkan pertandingan berisiko tinggi (high risk). "Makanya, suporter cuma dari Arema saja, macam-macam perangkat, penambahan pasukan, dan sebagainya. Tapi, tidak pernah ditetapkan sebagai pertandingan berisiko tinggi oleh PSSI," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, pada Rabu (2/11).
Anam menuturkan, PSSI berkewenangan menetapkan pertandingan tersebut dalam kategori berisiko tinggi serta mengambil langkah-langkah pengamanan sesuai status risiko pertandingan. Namun, penetapan status pertandingan berisiko tinggi tidak dilakukan hingga terjadinya tragedi Kanjuruhan, yang mengakibatkan 135 korban meninggal dunia.
Merujuk regulasi PSSI, lanjut Anam, kewenangan menetapkan pertandingan berisiko tinggi berada di sekretaris jenderal (sekjen). "Dalam bahasanya di instrumennya, bahasa di organisasi PSSI, dipangkunya sekjen, tapi di instrumennya dipanggilnya sekretaris umum."
Dikatakan Anam, Sekjen PSSI, Yunus Nusi, tidak menjalankan tugasnya sehingga Komnas HAM meminta pertanggungjawabannya atas peristiwa yang terjadi. "Ini orang tidak menjalankan kewenangannya, ya, harus bertanggung jawab," tegasnya.
Lebih lanjut, Anam menambahkan, Komnas HAM dalam memantau dan menyelidiki tragedi Kanjuruhan turut mendalami ada tidaknya indikator risiko pertandingan sepak bola dalam ketentuan PSSI, khususnya indikator atau standar operasional prosedur (SOP) pertandingan berisiko tinggi.
"Setelah kami dalami ada enggak sebenarnya indikator yang tertulis, SOP yang tertulis terkait high risk yang memang dimiliki oleh PSSI ternyata tidak [ada]," ungkap Anam.